Minggu, 27 Mei 2012

Ari

 Waktu sudah menunjukan pukul 9 tepat, teman-teman pun berlarian dengan cepat menuju kelasnya masing-masing. Tapi beda halnya dengan Ari, ia hanya berjalan santai tak menghiraukan situasi sekitar. Baginya terlambat sudah makanan sehari-harinya. Ia pun memutar badannya ke lorong sebelah kampusnya, ia tahu jalan pintas untuk masuk kampus tanpa harus melewati gerbang kampusnya. Ari memanjat tembok di ujujng lorong, “hap” sampailah ia di dekat kantin kampus.
**
Dikelas..
“Ari mengapa kau melamun saja hah!” bentak pak jo.
 Ari hanya diam tak menjawab bentakan pak Jo, ia bangkit dari kursinya dan hendak pergi keluar kelas lengkap dengan tasnya.
“Permisi saya mau pulang” kata Ari kepada pak Jo.
“Hey tunggu! Lancang sekali kau pulang seenaknya saja, Ari Ariiiiii kemari!”
Ari tetap tak menghiraukannya, ia mempercepat langkahnya keluar pintu kelas. Teman yang lain tidak menghentikan langkahnya, hal ini sudah biasa dimata mereka. Setelah Ari sampai di luar gerbang ia langsung mencari bus tetapi ia tak langsung pulang melainkan pergi ke sebuah taman untuk menyendiri dari kebisingan kota.
**

‘Lebih baik saya tidur dulu” batin Ari.
Ia membaringkan tubuhnya di sebuah kursi panjang di taman dekat rumahnya, taman itu sudah seperti rumah kedua baginya. Bahkan lebih nyaman dari rumahnya sendiri.
**
Hapenya berdering, Ari pun terbangun dari tidurnya. Ternyata waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Sudah ada 14 panggilan tak terjawab. Ari tak menghiraukan siapa saja yang mencoba menghubunginya, karena di sudah tau pasti siapa orang tersebut. Ari pun berjalan kaki dengan lemas kerumahnya, tak ada satu hal pun yang dapat membuatnya bersemangat sekarang.
Sesampai dirumah ia langsung disambut dengan teriakan ayahnya yang sudah biasa ia terima selama ini, “Ari dari mana saja kamu? Kabur lagi dari kampus hah? Dasar anak nakal gak tau diri! Bisanya nyusahin orang tua saja!”. Ari tetap diam tak bergeming, ia hanya melirik tajam ke arah Ayahnya sekali dan langsung bergegas masuk kedalam kamarnya dengan membanting pintu kamar sekuat tenaga.
“Hey anak durhaka! Keluar kamu! Ari!”
Tetap tak ada jawaban dari dalam kamar.
**

Keesokan harinya..
Ari memutuskan tidak kekampus dulu hari ini, ia ingin menenangkan pikiran dengan berdiam diri dirumah dan menulis dibuku hariannya yang sudah lama tak ia sentuh. Walaupun Ari adalah seorang laki-laki tetapi ia suka menghabiskan waktu untuk bercerita di buku kesayangannya itu, tak ada seorang pun yang tahu tentang kebiasaannya itu.
Ari mulai menulis dibuku hariannya..
Ibu, Ari tak sanggup lagi hidup di dunia ini
Tak ada lagi semangat yang membara di dalam diriku, ibu
Mengapa ibu harus pergi sih? Kenapa tidak mengajak Ari?
Ayah sudah berubah, tidak seperti dahulu lagi
Ia hanya peduli dengan pekerjaannya
Yang ia lakukan hanyalah marah marah dan marah, tanpa mau bertanya lagi permasalahnnya kepadaku
Percuma hidup dengan bergelimang harta, rumah besar, mobil banyak, segalanya ada
Tetapi aku tidak mendapatkan kasih sayang lagi seperti dahulu lagi Ibu
Maafkan aku yang tak bisa mendapatkan nilai dan juara yang membanggakan seperti dahulu lagi Ibu
Percuma aku belajar dan mendapatkan nilai yang bagus kalau tidak akan ada yang bangga akan prestasi yang Ari miliki
Ibu kumohon kembalilah, atau Ari yang akan menyusul ibu!
Supaya Ari bisa bersemangat kembali dan mendapatkan kasih sayang dari mu Ibu..

Belum selesai ari menuangkan unek-uneknya, ia tertidur dengan masih memegang pena ditangannya. Buku hariannya pun masih terbuka, Ari tertidur di kursi meja belajarnya.
**
Malam hari..
Sudah pukul  7 malam, tetapi Ari belum keluar sejak tadi pagi dari kamarnya. Ayahnya pun memanggil Ari dengan emosi “Ari Ariiiii, turun kau sekarang!”. Tak ada jawaban dari dalam kamarnya. Ayahnya sudah terlalu kesal, ia menerobos masuk kamar Ari dan mendapatkan anaknya tertidur di kursi meja belajar. Ia pun mendekati Ari yang sedang tertidur lelap, terlihat olehnya sebuah buku yang telah kusam dan diambilnya buku tersebut.
Setelah membaca hampir seluruh isi buku harian Ari,spontan ia menjatuhkan buku itu kelantai, ia terkejut dengan isi buku yang telah ia baca barusan. Ia pun terduduk di kasur anaknya, dadanya sakit sekali. Ia teringat akan suatu hal yang hampir terlupakan setelah kematian istrinya. Sebelum isitrinya meninggal ia telah dipesankan oleh istinya untuk menjaga dan merawat anak semata wayangnya ini. Ia pun bangkit dari kasur  dan langsung memeluk tubuh Ari, Ari  terbangun. Ari terkejut mendapati tubuhnya sudah berada didalam pelukan Ayahnya. Ayah Ari menangis tersedu-sedu. Belum sempat Ari bertanya, Ayahnya sudah melepaskan tubuhnya dan pergi meninggalkan Ari.
**
Keesokan harinya...
“Ari tunggu, Ayah ingin berbicara denganmu”

“Apa?”
“Maafkan Ayah ya nak, Ayah sudah menjadi Orang Tua yang jahat. Ayah janji tidak akan seperti ini lagi, kamu mau memaafkan Ayah?”

“Jangan hanya mengucapkan janji palsu!”
“Tapi Ri, Ayah ber...” belum selesai ia berbicara Ari sudah langsung bergegas pergi dari rumah.
Disekolah..
                Hari ini lagi-lagi Ari hanya melamun dikampus ia memikirkan tentang perubahan sifat Ayahnya. “Apakah Ayah sudah membaca buku harianku?” batin Ari. Ari sudah tak tahan lagi, ia langsung merapikan tasnya dan bergegas untuk pulang.
                Setelah sampai di gerbang, Ari heran mengapa mobil Ayahnya terpakir di pinggir jalan. Tiba-tiba Ayah Ari keluar dari mobil tersebut “Ari, ayo masuk kedalam nak!” perintahnya. Entah mengapa kali ini Ari menuruti perintah Ayahnya.
                Didalam mobil mereka berdua hanya diam membisu, tidak seorang pun yang membuka suara walaupun sekedar basa-basi. Benar-benar situasi yang sangat tidak nyaman. Karena risih Ari pun buka suara..
“Ada apa sampai jemput-jemput Ari segala!” tanya Ari.
“Ayah ingin berbicara sama kamu Ri.”
“Apa lagi?”
“Bisa bicaranya tidak pakai emosi?”
“hmmm terserah.”
“Tolong maafkan Ayah.” Mobil pun dihentikan dipinggir jalan, Ayah Ari tidak tahan dengan sikap Ari yang sangat cuek kepadanya.
“Satu hal lagi, jangan tinggal kan Ayah nak, Ayah hanya mempunyai kamu. Cukup sudah Ayah kehilangan ibumu, Ayah tidak mau kehilangan orang yang Ayah cintai lagi”
                Hening. Tak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Ari. Ia hanya diam.
“Ari sayang?”
“Bisa antarkan Ari pulang? Terus kita beli eksrim dulu ya?”
“Oke sayang”
“Ari ku sudah kembali, terimakasih Tuhan” batinnya dengan senyum bahagia diwajah.

0 komentar:

Posting Komentar